PSIKOTERAPI
DALAM PSIKOANALISA MENGANALISA PSIKOPATOLOGI BERDASARKAN PERKEMBANGAN
PSIKOSEKSUAL
Disusun
oleh :
Assyifa
Caesara V (11514752)
Haezah
Nur S (14514666)
Marlina
Putri U (16514416)
Rindang Sekar P (19514428)
Kelas : 3PA19
FAKULTAS
PSIKOLOGI
UNIVERSITAS
GUNADARMA
2016/2017
Psikoterapi (Psychotherapy) berasal dari dua kata, yaitu "Psyche" yang artinya jiwa, pikiran
atau mental dan "Therapy"
yang artinya penyembuhan, pengobatan atau perawatan. Oleh karena itu,
psikoterapi disebut juga dengan istilah terapi kejiwaan, terapi mental, atau
terapi pikiran. Psikoterapi merupakan proses interaksi formal antara dua pihak
atau lebih, yaitu antara klien dengan psikoterapis yang bertujuan memperbaiki
keadaan yang dikeluhkan klien. Seorang psikoterapis dengan pengetahuan dan
ketrampilan psikologisnya akan membantu klien mengatasi keluhan secara
profesional dan legal.
Psikopatologi adalah gangguan pada
dialektika antara realitas eksternal dengan dunia internal individu, yang mengakibatkan
munculnya gejala-gejala ketidak sejahteraan atau ketidak bahagiaan, secara
kognitif dan/atau afektif, dan/atau konatif dan/atau fisiologis, baik pada tingkatkan
yang berat; dan dapat berlangsung dengan relatif singkat sampai dengan jangka
waktu yang lama seperti halnya tingkatan mental, daerah pikiran juga memiliki
tiga jenis, yakni: id, ego, dan superego. Mereka menempati pos masing-masing
dalam kapasitas mental. Id adalah bagian dari keinginan yang tidak disadari,
letaknya di alam bawah sadar. Id berisi segala hal yang bersifat kesenangan
biologis sejak bayi lahir seperti insting-insting, contohnya rasa lapar. Id
sebagai pusat energi, hanya mengenal penghayatan subjektif dan bekerja sesuai
prinsip kenikmatan atau prinsip primer yang tidak mengenal logika obyektif,
rasional, dan logis. Cenderung harus dimanifeskan untuk mereduksi tegangan, maka
itu ia bersifat primitif. Sedangkan ego bersifat keakuan, begitu selfish dan
tumbuh sedari masa bayi. Untuk memudahkan pemahaman, pemyataan Freud patut
disimak: "Biasanya tak ada yang
lebih kita percaya daripada perasaan terhadap diri kita sendiri, dari ego kita.
Ego ini muncul pada kita sebajiai sesuatu secara otonom dan bersatu diberi tanda
denganjelas dari yang lain. "Ego bertugas untuk berkomunikasi dengan dunia
realitas karena id membutuhkan transaksi-transaksi kepada realitas ekstemal.
Ego hanya bergerak berdasarkan kenyataan dan beroperasi menurut prinsip
sekunder, keluar dari batas moral yang diusung teguh manusia pada umumnya.
Selain itu, prinsip superego adalah idealistik yang bertentangan dengan id dan
ego. la menggambarkan yang ideal bukan yang nyata.
Freud mengemukan suatu prinsip yang
disebut sebagai prinsip motivasional atau dinamika untuk menjelaskan suatu
dorongan dalam tindak-tanduk manusia. Dorongan adalah suatu energi-energi fisikal
yang berasal dati insting-insting yang didapat dalam asupan biologis manusia. lnsting
didefinisikan sebagai perwujudan psikologis dari suatu rangsangan somatik dalam
yang dibawa sejak lahir. Perwujudan psikologisnya disebut has rat, sedangkan
rangkaian jasmaniahnya dari mana hasrat itu muncul disebut kebutuhan. Insting
mempunyai empat ciri khas, yaitu sumber, tujuan, objek, dan impetus. Sumber
didefinisikan sebagai kondisi jasmaniah. Tujuannya ialah menghilangkan perangsangan
jasmaniah. Seluruh kegiatan yang menjembatani antara munculnya hasrat dan
pemenuhannya termasuk objek. Misalnya, jika individu ingin melakukan hubungan
intim, ia terlebih dahulu melakukan beberapa aktivitas sebelum melepas rangsangan
seksual itu. Sedangkan impetus insting adalah kekuatan yang ditentukan oleh
intensitas kebutuhan yang mendasarinya. Ketika impuls masturbasi begitu kuat, sampai
dititik mana kondisi psikologis mengalami ketegangan, maka kekuatan insting menjadi
lebih besar.
Kepribadian digerakkan oleh insting
hidup atau eros dan insting mati atau thanatos. Eros menjamin tujuan
mempertahankan individu dalam perkembangan ras, seperti aktivitas makan, minum,
dan seks. Bentuk energinya disebut libido. Libido sendiri adalah stimulasi umum
yang menyenangkan dan tidak hanya terbatas pada kenikmatan seksual. Karenanya,
insting hidup atau eros ini mempunyai dua bentuk lagi yaitu insting ego, yang
menggambarkan kelaparan akan makanan dan insting seksual yang melambangkan
kelaparan seksual atau kebutuhan cinta. Thanatos bersifat merusak, baik pada
diri sendiri atau dunia ekstemal. Tujuan insting mati bagi Freud adalah
mengembalikan organisme kepada kondisi inorganik. Karena kondisi inorganik
terakhir adalah kematian, maka tujuan terakhir dari insting mati adalah
pengrusakan diri. lnsting mati mempunyai dua bentuk; agresi dan kebencian.
lndividu atau pribadi akan
mendapatkan kecemasan bila ego tak dapat menanggulanginya. Karenanya, kemudian
Freud membagi tiga bentuk kecemasan dari hasil reaksi ego dengan dialektika
eksternal, yakni kecemasan realitas, kecemasan neurotik, dan kecemasan moral.
a. Kecemasan
realitas
Mengacu pada perasaan yang tidak
menyenangkan serta tidak spesifik pada suatu bahaya yang mungkin terjadi.
Contohnya ketika dua pasang individu yang berdua-duaan di daerah baduy yang
asing, mereka akan mengalami kecemasan, takut-takut ada orang adat melihat dan
mereka akan dipukul beramai-ramai.
b. Kecemasan
neurotik
Kecemasan ini adalah ketakutan yang didasarkan
atas aktivitas insting yang melewati batas dan tidak terkendali. Namun ketakutan
ini bukan tertuju kepada insting itu sendiri, namun atas hukuman yang akan didapat.
Sebagai contoh kompleks Oedipus ketika anak laki-laki takut penisnya akan dikebiri
oleh sang ayah jika terjadi percintan dengan ibu.
c. Kecemasan
moral.
Kecemasan ini bentuk rasa takut kepada hati nurani. Orang-orang
yang begitu menjunjung tinggi norma, merasa bersalah ketika ia melakukan
perbuatan keliru atau sekadar bemiat melakukan. Kecemasan ini mempunyai akar
dari masa silam ketika individu pernah mendapat hukuman karena melakukan
perbuatan melanggar norma. '
Pada dasamya fungsi kecemasan seperti pengawas jikalau
ego tidak bisa menanggulangi bahaya luar. Manakala kecemasan ini tidak dapat
diredam dengan cara-cara yang efektif, akan timbul apa yang disebut trauma. Hal
ini membuat Freud beranggapan bahwa Psikopatologis sendiri dapat dianalisis
berdasarkan perkembangan psikoseksual seseorang. Karena manusia memiliki ketiga
prinsipil yang saling berhubungan. Hanya saja ada manusia yang bisa melewati
tahap perkembangan psikoseksual berdasarkan tiga prinsipil tersebut dan ada
pula yang tidak
DAFTAR
PUSTAKA